Minggu, 19 Agustus 2012

SYMBOLISM OF HINDUISM GOD (pererai daksina hias BALI)


Relief  ini merupakan salah satu perlengkapan dalam prosesi adat keagamaan hindhu bali yg dipakai untuk simbolis wujud dewa – dewi sebagai pancaran suci dari Tuhan yg  esa HYANG WIDHI, di mana sejak dahulu umumnya .. patung ..atau relief yg di sakralkan oleh masyarakat bali …yang terpasang pada daksina _daksina hias  yg  di letakan di setiap2 pelinggih atau bangunan2 suci di pura dan sanggah pemerajan ,setiap bangunan dan pelinggih2 tersebut bentuknya berbeda2 gambarnya , umumnya terbuat dari bahan  kayu yg sepesial  yg di yakini sebagai kayu ratu… seperti :kayu cendana ,majegau , cempakan   dan ada juga relief ini  terbuat dari bahan logam mulia ,pancadatu ,emas dan perak…juga biasanya  di hiasi batu permata  dan batu mulia.


Seiring berjalannya waktu kami ikut mengarap relief seperti ini … dimana perkembangan  perjalan sebuah karya apa lagi yg menyangkut  kepercayaan’’  sangatlah banyak sekali di perbincangkan dan di perdebatkan …dari segi fisik konsep dan ritualnya.
Begitu beragam dan banyaknya  pemahaman  masyarakat bali  kaya akan  budaya yg adiluhung warisan turun temurun dari para leluhur.


dalam karya yg kami buat  tak hayal juga dipertanyakan dan sering diperdebatkan karena sering kami mendengar keluhan dan permasalahan umumnya pererai atau pretimayg dahulu terbuat dari bahan kayu yang hanya di pulas dengan tinta atau cat pada waktu itu seiring  lamanya waktu karna termakan usia gambarnyapun memudar  dan banyak yg hilang yg tinggal kayu dasarnya saja  sehingga sangat sulit sekali dikenali gambarnya … dan tak bisa di bedakan satu dengan yg lainnya .   Sebenarnya kami tidak sengaja dalam mengarap apa lagi mengkomersialkan simbolis yg diangap suci dan di sakralkan umat hindhu kususnya di BALI , kebetulan  saja  kami tumbuh di lingkungan yang sedikit memiliki ktrampilan memahat ,mengukir maupun melukis  kami di tunjuk dan dipercayai oleh sesepuh atau pengurus desa” atas petunjuk pendeta (pedanda) yg merasa pererai yg dulu sering mendapat persalahan seperti urain tadi  gambarnya mudah hilang  perlu di perbaharui  dalam bentuk fisiknya .Di dasarkan rembug dan di dasari acuan lontar dan sastra akhirnya di sepakati kami membuat dalam bentuk relief plat dari kayu yg di ukir dan diwarnai ada pun sedikit perubahan umumnya bentuk perarai dalam bahasa bali  bisa diartikan  muka  atau  wajah memang dulu di buat berbentuk plat hanya bergambar wajah saja  atas saran pendeta kalau hanya di buat paras wajah saja masih sulit membedakan satu dengan yg lainya    hampir  mirip dan masih sulit di bedakan, menurut  beliau memang ada referensi dari lontar atau sastra, rajah yg gambarnya  bisa membedakan  adalah  atribut ..sperti busana , senjata dan sikap tubuh … dan banyaknya tangan ( tetanganan)
oleh pada acuan itu kami sekarang membuat pererai dari bahan kayu yg masih berbentuk plat yg sekarang di lengkapi sikap tangan ,atribut  busana dan senjata  ada juga beberapa lengkap wahana (kedaraanya ),  sehingga  itulah yg menjadi di pertanyakan” karna setiap desa juga beragam menyebutnya  seperti pratima dan pererai  dan ada juga  yg  fanatik mengkritis… perarai itu asal katanya berarti muka atau wajah sedangkan  yg kami buat ada sedikit perbedaan “karna kami merasa dan memiliki pemahaman itu adalah simbolis yg kebenaranya kami tidak tau juga tentang kebenaran yg sesungguhnya sperti apa wujud dan paras dewa yg kami buat , kami hanya manusia biasa yg tak tau apa apa dan mungkin sangat lancang, karna itu masalah kepercayaan dan keyakinan org berbeda ‘ ’


dalam pengarapan  kami ini apalah  kami,  hanya manusia biasa yg hanya bisa memahat mengukir dansedikit melukis …. Masalah benar salah dalam bentuk wajah dan atribut busana dan warna kami tidak  tau pasti kebenarannya  ….hanya mengacu pada tapsiran yg sudah ada dalam bentuk sastra dan lontar rajah yg sudah dari jaman dahulu  ,dan  karna  kami merasa kurang , sebelum menjalani sebuah prosesi ritual , kami berharap  beliau berkenan menuntun kami dan mengampuni kelancangan kami,dan orang yg menggarapun perlu melakukan prosesi  pembersihan diri sebelum menggarap istilahnya  pewintenan tertentu smoga tidak  ada petaka,atau  tulah dening sastra  dan umumnya  kami memilih hari hari baik yg kerap disebut ‘’ dewasa ayu ‘’ dalam mengarap patung yg akan di sakralkan  dengan harapan karya itu bisa suci ,  lambat laun bisa di terima  hal layak ..
kami  merasa senang beiring waktu berjalan  karya kami di pakai dan diprgunakan  sesuai harapan kami telah di pakai di lingkungan  kami …tersebar di kota  seluruh BALI . ada juga sampai ke sbagaian pulau JAWA , SULAWESI dan ada kota2 se INDONESIA maupun sdikit  ada sampai di luar negeri’’  yg meyakini  hindhu dharma .

mohon maaf  bila ada  kata kata yg tidak berkenan kami hanya bisa berkarya benar dan salah kami kurang tau kebenarannya  karna  masalah keyakinan dan kepercayaan  masing2…desa mawacara desa kalapatra salam hormat kami ‘’ PANJI SEGARA _Art ‘’

MOGI MOGI TAN KENI CAKRAWIBAWA TULAH PA WIDHI_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar